Adzan Maghrib berkumandang dari pengeras suara mushalla. Warga pun berdatangan ke mushalla untuk menunaikan shalat Maghrib berjamaah. Terlihat di kejauhan berjalan seorang bapak bersama anaknya yang umur 5 tahun menuju mushalla yang menurutku, merupakan pemandangan langka. Jarang sekali terlihat anak-anak rajin shalat berjamaah, padahal itu baik sekali untuk perkembangan kepribadian anak-anak dalam perkembangan menuju usia remaja yang rentan. Iqamat Maghrib pun bergema, imam memerintahkan makmum untuk merapatkan shaf. Imam pun mengangkat takbir dan dilaksanakanlah shalat Maghrib berjamaah. Setelah shalat Maghrib selesai, lalu zikir dan berdoa pun selesai. Akhirnya, aku keluar lebih dulu dari yang lain. Aku pun kaget melihat sendal-sendal yang mulanya ditempatkan oleh warga dengan sembarangan, tapi sendal-sendal itu disusun berjejer dan rapi. Aku pun heran dan bertanya dalam hati, "Siapa yang nyusun?" Akhirnya, hatiku mengira, "Mungkin anak kecil ini yang nyusun ya?" Keesokan harinya penasaranku itu terjawab, aku pergi ke mushalla sebelum adzan Maghrib. Saat adzan Maghrib berkumandang, datanglah bapak bersama anaknya lagi. Si bapak itu pergi mengambil air wudhu dan si anak pun berjalan kemari. Tiba-tiba si anak itu mengambil sendal-sendal para warga dan disusun berjejer dengan rapi. Aku perhatikan terus hingga tak sadar kalau iqamat Maghrib sudah dikumandangkan. Dari situlah, tergeraklah hatiku untuk menulis cerita ini. Bagiku anak itu inspirasiku, bahwa anak itu sudah biasa merapikan barang-barangnya sendiri. Ibaratnya, seorang anak itu bagaikan buku yang kosong, kalau buku yang kosong itu diberi catatan yang baik, maka buku itu akan memberi kebaikan. Tetapi, kalau buku yang kosong itu diberi catatan yang buruk, maka buku itu akan memberi keburukan. |
ANAK PENYUSUN SENDAL
Selasa, 23 Juni 2009
0 Comment