BLANTERORBITv102

    Pemilihan Secara Digital

    Senin, 23 Januari 2012
    Tahun 2014 masih 2 tahun lagi untuk pelaksanaan pilpres (pemilihan Presiden) dan pileg (pemilihan Legislatif). Dan sekarang di tahun 2012 lagi ramai dengan pilkada (pemilu kepala daerah) tingkat provinsi, kota, dan kabupaten di beberapa daerah Indonesia.

    Kita harus mengakui bahwa hampir setiap pemilu, baik yang namanya pilpres, pileg dan pilkada acapkali berbuntut masalah. Pihak yang kalah kerap mencari-cari celah atau kekurangan pada saat sebelum pemilu seperti proses pendataan pemilih, ketika berlangsung seperti proses pencontrengan/pencoblosan, dan sesudah pemilu seperti proses penghitungan suara pemilihan.

    Ketidakpuasan pihak yang kalah terhadap sistem dan hasil pemilu, tentu tidak akan menjadi masalah besar bila diselesaikan secara hukum dan tidak melibatkan massa. Celah-celah dalam pemilu sebenarnya bisa diatasi dengan pengaplikasian dan pengintegrasian teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pada semua proses bisnis pemilu, mulai dari pendataan calon pemilih, pemungutan suara, penghitungan suara, hingga penentuan siapa saja yang berhak menduduki kursi jabatan politik selama lima tahun ke depan.

    Daftar Pemilih Tetap (DPT) Online
    Celah pertama yang akan ditutupo adalah daftar pemilih tetap (DPT). Langkah pertama adalah sistem pemilu digital (digital election) adalah pembuatan database calon pemilih. Lembaga yang bertanggung jawab menyelenggarakan pemilu, misalnya KPU (Komisi Pemilihan Umum), harus mendata calon pemilih, membuat database-nya dan meng-online-kannya agar dapat diakses oleh semua pihak yang berkepentingan.

    Pembuatan database ini menutup kemungkinan adanya pemilih ganda (merek yang terdaftar lebih dari satu kali) dan pemilih siluman lainnya (pemilih yang masih di bawah umur atau telah meninggal dunia). Tentu sangat mudah mengetahui adanya pemilih ganda, bila daftar calon pemilih ada di dalam database server, bukan?

    Dengan demikian, tidak akan ada lagi kisruh DPT seperti yang selama ini terjadi. Semua pihak terkait (kontestan pemilu, pemantau dan masyarakat umum) diperbolehkan mengakses database ini. Selain itu, data pemilih akan selalu up to date dan terkontrol. Kontrol terhadap calon pemilih dapat dilakukan secara terpusat (centralized) di server.

    Kartu pemilih yang dilaporkan hilang, atau pemilih yang dilaporkan meninggal dunia, dapat dinonaktifkan langsung dari server pusat. Demikian pula hak calon pemilih yang pada saat pendataan masih di bawah umur dapat diaktifkan secara otomatis pada hari ulang tahunnya yang ke-17. Pada tahap ini, boleh dibilang kita telah menutup celah pertama dengan mendapatkan DPT yang bebas masalah.

    Selain itu, program E-KTP (KTP Elektronik) yang mulai tahun lalu dijalankan di beberapa daerah Indonesia juga bisa menjadi database yang sudah jadi tinggal dipakai KPU untuk membuat DPT Pemilu Online.

    Smart Card atau E-KTP dan TPS Digital
    Setelah memiliki DPT, langkah selanjutnya adalah membekali calon pemilih dengan smart card (seperti kartu ATM atau kartu kredit sekarang). Pemilih dapat menggunakan smart card tersebut untuk setiap ajang pemilu (pileg, pilpres, pilkada), sehingga tidak ada lagi pembagian kartu yang berbeda untuk tiap-tiap pemilu. Selain itu, E-KTP yang sudah dijalankan pemerintah bisa juga dijadikan sebagai kartu pemilih dalam pemilu.

    Pada fase selanjutnya, proses pemungutan suara. Dengan smart card atau E-KTP tersebut, proses pemungutan suara tidak akan sesulit sekarang. Pemungutan suara dapat dilakukan melalui electronic data capture (EDC, seperti terminal untuk menggesekkan kartu debit/kredit di mal, supermarket dan minimarket).

    Dengan demikian, tidak perlu lagi ada TPS berbiaya tinggi seperti sekarang (bilik dan kertas suara, honor panitia, tinta dan dekorasi dan lain-lain). Pemungutan suara dapat dilakukan dengan mesin EDC yang terdapat, minimal di setiap kelurahan dan desa. Pemungutan suara pun akan lebih efektif. Pemilih tidak perlu hadir dan mengantri di TPS tertentu.

    Sebagai solusinya, terminal EDC pemungut suara disebarkan di tempat-tempat umum (Rumah Sakit, terminal, bandara, pelabuhan, kantor, pusat perbelanjaan, tempat wisata dan lain-lain). Tidak perlu lagi libut khusus pada hari pemungutan suara. Pemilih bisa menggesekkan kartunya dimana saja, di seluruh Indonesia, bahkan di luar negeri. Dengan demikian, tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu dapat ditingkatkan.

    Proses penghitungan suara dapat dilakukan secara terpusat, real time dan terbuka. Setiap seorang pemilih menggesekkan kartunya di mesin EDC, dengan seketika datanya masuk ke dalam tabulasi suara, dan dapat langsung ditampilkan untuk publik. Lembaga-lembaga survei tidak perlu lagi bekerja keras menyiarkan spekulasi dan hasil quick count mereka.
    contoh Smart Card (sumber: Wikipedia)

    Bukti Otentik Memilih dengan Struk
    Meski dilakukan secara elektronik, arsip kertas sebagai bukti otentik belum bisa ditinggalkan begitu saja. Seperti halnya pada terminal EDC dan mesin ATM, setiap selesai bertransaksi (memberikan suara), pemilih akan mendapatkan struk/print out dengan nomor unik yang di generated langsung dari server pusat.

    Diatas struk ini tercetak data-data yang dibutuhkan, bila nanti terjadi gugatan terhadap kejujuran pemilu digital, misalnya nama dan nomor unik pemilih, serta objek (orang atau partai) yang dipilihnya. Untuk keperluan arsip, struk bisa dicetak rangkap. Satu untuk pemilih dan satunya disimpan oleh KPU atau panitia TPS digital dan satu lagi diserahkan kepada objek terpilih.

    Sumber: Tabloid PC Mild

    Author

    Iqbal Alghifari

    BLOGGER DARI KALIMANTAN SELATAN