BLANTERORBITv102

    “Menara BTS” Terbang di Udara

    Senin, 18 Juli 2011
    Pengguna internet semakin banyak dan menginginkan koneksi internet yang cepat untuk kebutuhan mereka. Setiap harinya, pengguna internet memakai internet tidak hanya untuk mengirim data berupa teks dan lain-lain, tetapi penggunaan internet mulai merambah dengan adanya siaran radio online, streaming video, menonton televisi lewat internet dan kirim data multimedia yang lebih besar. Sehingga kebutuhan koneksi internet pun membengkak dan membutuhkan lebih banyak lagi.
    Pengguna internet sekarang telah mengalami perubahan dalam mengakses internet, semula di warung internet yang lebih dikenal dengan nama warnet. Mulai beranjak mengakses internet lewat rumah dengan kabel modem dari Telkom. Setelah naik pamornya layanan 3G ponsel dan pemakaian notebook yang banyak, membuat pengakses internet pun jadi mobile. Dimana mereka menggunakan internet lewat gadget-gadget seperti ponsel, smartphone dll. Penggunaan internetnya sesuai dengan sinyal yang mereka dapatkan dari provider yang dipakai di gadget. Notebook dan netbook pun juga ikut memanjakan pemakai internet dengan layanan wireless dimana mereka berada baik di kantor, sekolah dan kampus. Tetapi, dengan koneksi tersebut, pengguna internet masih merasa jauh dari yang inginkan, yaitu kecepatan.
    Maraknya pemakaian internet lewat layanan wireless, membuat beberapa perusahaan akan membuat layanan wireless yang “mengudara dan terbang”. Ada tiga perusahaan di Amerika Serikat yang merencanakan penyediaan koneksi internet wireless berkecepatan tinggi dengan menempatkan pesawat terbang yang berfungsi sebagai “Menara BTS” (lebih tepatnya: node)  terbang di udara.
    Ketiga perusahaan tersebut adalah Angel Technologies, AeroVironment yang bekerja sama dengan NASA, dan Sky Station International. Ketiga perusahaan menggunakan modus berbeda dalam mengudarakan node mereka. Angel Technologies menggunakan pesawat kecil yang terbang berputar-putar di udara untuk mengantarkan data.
    Sementara AeroVironment menggunakan pesawat terbang tanpa awak bertenaga surya. Sedangkan Sky Station International merencanakan untuk menerbangkan balon udara sebagai pengganti pesawat terbang. Meski menggunakan jenis pesawat yang berbeda, pola koneksi ketiganya terbilang sama, sehingga teknologinya disebut Airborne Network (AN).
    Airborne Network dibuat untuk memanfaatkan semua aset/modus udara untuk terhubung dengan jaringan ruang dan permukaan membangun platform komunikasi mulus di semua domain.

    Pesawat Udara yang Ringan
    Modus Airborne Network (AN) yang dikembangkan oleh Angel Technologies dikenal dengan nama High Altitude Long Operation (HALO). Teknologi ini sudah dipakai sejak akhir 2003, dan telah terbang di udara di lebih 10 kota di Amerika Serikat. Inti dari teknologi ini adalah pesawar ringan bernama Proteus, yang mengangkut peralatan jaringan wireless di udara.
    Pesawat Proteus dikembangkan Scaled Composites, perusahaan dirgantara yang berkedudukan di Mojave, California, Amerika Serikat. Pesawat ini didesain dengan sayap panjang, namun ringan untuk keperluan mengudara di ketinggian (high-altitude flight). Pesawat ini terbang di ketinggian 15,3 dan 18,3 km, dan meliputi area dengan diameter hingga 120,7 km. Hingga sekarang, pesawat Proteus masih menunggu izin kelayakan dari Federal Aviation Adminstration (FAA).
    Pesawat Proteus mempunyai spesifikasi sebagai berikut yaitu terdapat satu ton hub Airborne Network yang memungkinkan pesawat ini me-relay sinyal data dari stasiun bumi ke perkantoran dan perumahan. Hub Airborne Network ini terdiri dari perangkat antena dan elektronik  untuk komunikasi wireless. Perangkat antena menciptakan ribuan sel virtual, seperti pada jaringan ponsel, di bumi untuk melayani ribuan pengguna. Sebuah piringan yang terletak di bawah pesawat bertanggung jawab untuk memantulkan sinyal data berkecepatan tinggi dari stasiun bumi ke komputer anda.
    Sedangkan cara kerja pesawat Proteus ini adalah setiap kota yang dilayani oleh jaringan ini menggunakan tiga pesawat Proteus yang diterbangkan oleh pilot manusia. Setiap pesawat akan terbang selama delapan jam, sebelum diambil alih oleh pesawat berikutnya. Setelah tinggal landas, pesawat Proteus akan naik hingga mencapai ketinggian yang aman, di atas awan hujan, dan semua penerbangan komersial, dan memulai berputar-putar di atas kota sepanjang 12,9 km. Setiap pesawat akan diawaki oleh dua pilot, yang akan berbagi tugas selama penerbangan delapan jam tersebut.

    Balon Udara
    Perusahaan lainnya, Sky Nation International memilih teknologi Airborne Network dengan memakai balon udara sebagai distributor jaringan internet wireless. Setiap balon mengangkut satu ton perangkat telekomunikasi, terbang pada ketinggian 21 km untuk melayani wilayah seluas kisaran 19 ribu km persegi.

    Pesawat Tanpa Awak
    Kerjasama antara perusahaan AeroVironment dengan lembaga NASA mengembangkan teknologi Airborne Network sangat menjanjikan. NASA menggunakan pesawat tanpa awak bertenaga surya yang mampu mengudara pada ketinggian 18,3 km di atas sebuah kota selama enam bulan atau lebih. Sementara AeroVironment berencana menggunakan pesawat Helios itu untuk mengangkut peralatan Airborne Network mereka ke udara. Pesawat Helios masih dalam tahapan prototipe, dan harus menjalani serangkaian pengujian hingga mencapai level ketahanan yang dibutuhkan. Sebuah pesawat Helios akan melayani wilayah dengan diameter 64,4 km.

    Bagaimana dengan Indonesia?
    Setelah kita melihat kelebihan yang ditawarkan Airborne Network (AN) yang telah digunakan di luar negeri khususnya Amerika Serikat. Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia yang kita kenal merupakan negara kepulauan dengan diselimuti perairan sehingga komunikasi antar pulau, baik pulau besar dan pulau kecil sulit sekali. Perlu sekali kita gunakan teknologi Airborne Network ini untuk bidang komunikasi antar pulau, selain itu teknologi ini membantu sekali untuk TNI dan Polisi mengamankan keselematan dan keamanan perairan dan pulau terluar dari ancaman luar.

    Sumber: Tabloid PC Mild

    Author

    Iqbal Alghifari

    BLOGGER DARI KALIMANTAN SELATAN